Selamat datang Di Rumah Puisi Buana Kembara Senja # Bila sahabat-sahabat berminat mencopy dipersilahkan dengan syarat mengikutsertakan nama pengarangnya, salam damai #
Selasa, 30 Agustus 2011
PENYESALAN DALAM DENDAM
merah
merah
merah darah
senandung merah
dendam menjadi noktah
jangan biarkan jiwa resah
kala jiwa terbaring lemah
di atas altar berdarah
pagi dingin terasa gerah
madah kian tak terarah
karena hati resah
kecawaku, emas berzirah
senyum terukir di bibir rembulan
cibir nyinyir nista ditelan
jiwa hitam terus berjjalan
menuju peraduan sang rembulan
dendam mengeram
coba diredam
dan terpasung di ruang temaram
pada akhirnya hati yang karam.
Pedih hati tak terperi
Tertatih jiwa berdiri
Menggali kubur asa yang mati
Dibunuh cinta berduri
O dewi peminta cinta mati
Kau bunuh rasa sejati
Terbujur binasa di palung hati
Membusuk benci menjadi-jadi
O insan pengagum cinta sejati
Jangan tertipu muslihat sumpah mati
Dusta, tidak ada cinta sejati
Cinta tidak sepenuhnya memberi
Wahai insan pemuja cinta sejati
Bodoh bila ikrarkan sumpah mati
Fikir bila maut bernyanyi
Akan kekasih turut mati
Wuahahahahaha!
Bodoh, sumpah mati itu dosa
Dilaknat Yang Kuasa
Batin juga kan tersiksa
Dewi pembawa luka
Lihatlah aku semakin gila
Serapah kian jumawa
Pasung jiwa dalam dosa
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Aku hanya insan hina bernoda
Berapa lama derita mendera
Terlalu pedih batin terluka
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Padamu jua kumeminta
Hamba-Mu berlumur dosa
Mohon ampuni jiwa hamba
Astaghfirullah hal adzim
Ya Rohman Ya Rohim
Jauhkan hamba dari perbuatan dzalim
Juga dari sifat lalim
Ya Allah ya Robbi
Aku lebur dalam tipu duniawi
Aku lalai dalam mengabdi
Terimalah taubat pensuci diri
Ya Allah pada-Mu kumengadu
Mohon petunjuk dan Ridho-Mu
Kuserahkan jiwa dan ragaku
Jauhkan hamba-Mu dari sifat meragu
Ya Allah tuhanku Robbi
Sesungguhnya hamba-Mu telah merugi
Dendam telah memasang hati
Beri kesempatan tuk benahi diri
Ya Allah pencipta jagat raya
Engkau beri siang pada dunia
Pada-Mu kumeminta
Penuhi kalbuku dengan cahaya
24 April 2011
merah
merah darah
senandung merah
dendam menjadi noktah
jangan biarkan jiwa resah
kala jiwa terbaring lemah
di atas altar berdarah
pagi dingin terasa gerah
madah kian tak terarah
karena hati resah
kecawaku, emas berzirah
senyum terukir di bibir rembulan
cibir nyinyir nista ditelan
jiwa hitam terus berjjalan
menuju peraduan sang rembulan
dendam mengeram
coba diredam
dan terpasung di ruang temaram
pada akhirnya hati yang karam.
Pedih hati tak terperi
Tertatih jiwa berdiri
Menggali kubur asa yang mati
Dibunuh cinta berduri
O dewi peminta cinta mati
Kau bunuh rasa sejati
Terbujur binasa di palung hati
Membusuk benci menjadi-jadi
O insan pengagum cinta sejati
Jangan tertipu muslihat sumpah mati
Dusta, tidak ada cinta sejati
Cinta tidak sepenuhnya memberi
Wahai insan pemuja cinta sejati
Bodoh bila ikrarkan sumpah mati
Fikir bila maut bernyanyi
Akan kekasih turut mati
Wuahahahahaha!
Bodoh, sumpah mati itu dosa
Dilaknat Yang Kuasa
Batin juga kan tersiksa
Dewi pembawa luka
Lihatlah aku semakin gila
Serapah kian jumawa
Pasung jiwa dalam dosa
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Aku hanya insan hina bernoda
Berapa lama derita mendera
Terlalu pedih batin terluka
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Padamu jua kumeminta
Hamba-Mu berlumur dosa
Mohon ampuni jiwa hamba
Astaghfirullah hal adzim
Ya Rohman Ya Rohim
Jauhkan hamba dari perbuatan dzalim
Juga dari sifat lalim
Ya Allah ya Robbi
Aku lebur dalam tipu duniawi
Aku lalai dalam mengabdi
Terimalah taubat pensuci diri
Ya Allah pada-Mu kumengadu
Mohon petunjuk dan Ridho-Mu
Kuserahkan jiwa dan ragaku
Jauhkan hamba-Mu dari sifat meragu
Ya Allah tuhanku Robbi
Sesungguhnya hamba-Mu telah merugi
Dendam telah memasang hati
Beri kesempatan tuk benahi diri
Ya Allah pencipta jagat raya
Engkau beri siang pada dunia
Pada-Mu kumeminta
Penuhi kalbuku dengan cahaya
24 April 2011
TIRANI YA’JUD DAN MA’JUD
Riuh bernyanyi senandung Ya’jud dan Ma’jud
Tentang perdamaian
Berenda kuasa
Amanah Dajjal
Merompak
Menindas
Menggilas
Beringas
Binal
Memperkosa
Moleknya perawan
Adikuasa bertangan besi
Menjamah liar
Penuh birahi binal
Pada kemulusan mayapada
Sempurna perdamaian
Sempurna keadilan
Di atas penindasan rimba
Tapi, semangat tetap berkobar
Memeluk jasad bertebaran
Di tanah terkutuk
Jazirah perang abadi
Sejak zaman para nabi
Laksana detikdetik waktu
masih berdetak semangat dalam nadi
Menentang ajal dengan berani
Elang dan gagak melintas
Hilir mudik berak di atas lautan darah
Kurakura muntahkan dentuman
Menggema paduan suara kematian
Seorang anak manusia berlari
Menyonsong maut
Membunuh takut
Dengan nyali berapi
Berteriak lantang
Menatap langit
“Tuhan di mana kebenaran?
Di mana pasukan ababil-Mu?
Kirimkkan segera
Libas habis pengikut dajjal
Seperti musnahnya pasukan gajah”
Menatap lautan darah yang mendidih
Dalam geram menerjang
Angkat senjata ke medan perang
Walau peluru bersarang di dada
Walau raga lebur jadi debu
Namun semangat tidak akan mati
Tetap menjadi energi
Di tanah berdarah syahid
25 Mei 2011
DAUN DAN ULAT PENGURAI
Lihatlah saudaraku
Daun hijau, segar
Perlahan menguning, gugur
Melayang mendarat di tanah
Pengurai-pengurai romantis tersenyum
Menyambut daun penuh kerinduan
Memeluk memagut erat
Berderai pada puncak klimaks
Lebur menjadi humus
Daun musnah
Pengurai mati
Tinggal kecambah dan tunas belia
Tinggal embrio dalam tapa larvarium
Generasi baru
Pelepat, 21 Juni 2011
Daun hijau, segar
Perlahan menguning, gugur
Melayang mendarat di tanah
Pengurai-pengurai romantis tersenyum
Menyambut daun penuh kerinduan
Memeluk memagut erat
Berderai pada puncak klimaks
Lebur menjadi humus
Daun musnah
Pengurai mati
Tinggal kecambah dan tunas belia
Tinggal embrio dalam tapa larvarium
Generasi baru
Pelepat, 21 Juni 2011
TARIAN BAYANGAN DALAM RINDU
Bayangmu gemulai menari di benak
Sudah berapa waktu, ini rindu terpendam
Membujuk merayu batin tuk pulang ke dekapanmu
Rindu ini buatku gelisah
Menjadi candu, mementahkan rasa
Bungo, 03 Juni 2011
Sudah berapa waktu, ini rindu terpendam
Membujuk merayu batin tuk pulang ke dekapanmu
Rindu ini buatku gelisah
Menjadi candu, mementahkan rasa
Bungo, 03 Juni 2011
SESAL DALAM KEPEDIHAN
Dinda rayuan jiwa
Lihat!!!, kuterus berjalan pada lorong hampa
Tanpa persimpangan
Tempat bersinggah
Kosong,
Inikah sebuah epilog
Tidak dinda, kecewa masih meracau
Jadi igauan kicauan berderai
Dinda, senyummu itu abadi dalam kebekuan maha pedih
Takkan terpahami oleh nalurimu tentang rasa menyayat
Tentang tawa renyah patah jelma air bah
Dermagaku runtuh
Setiaku lebur berkeping
Dinda lembut suaramu tika bibir mungilmu teriakiku “jadah!”
Memucak panas bara memanggang ubunubun
Haram takkan kupinta maafku padamu
Walau sekarang redup mata pualammu, berdebu
Menanggung sesal tak berkesudahan
Sumpahku takkan kembali
Sebelum sujudmu jatuh padaku
Cukup! Bukanlah boneka ragaku untukmu
Takkan kutelan ludah yang tumpah
Sudahlah, lekas lindang hapus dari mukaku
Dan ku terus berjalan dalam berserah
Wahai Yang Maha Mendengar
Wahai Yang Maha Pengasih
Wahai Yang Maha Penyayang
Utus malaikat pencatat,
Ini dosa maha dalam,
Telah berpuluh sakit membunuh sakit,
Atas mudarat sumpah berpenyakit,
Telah pula kubunuh anugerah-Mu,
Ialah cinta kasih berkasih, yang katanya adil
Tapi, ternyata hanyalah racun memabukkan
Keindahan semata bunga hitam taman neraka jahanam
Bila ini dosa berbunga
Pisahkan raga dan ruhku
Agar tak berkembang
Utus algojo-Mu
Cabut nyawaku
Agar tak bertambah virus jiwaku
Pelepat, 29 juni 2011
Lihat!!!, kuterus berjalan pada lorong hampa
Tanpa persimpangan
Tempat bersinggah
Kosong,
Inikah sebuah epilog
Tidak dinda, kecewa masih meracau
Jadi igauan kicauan berderai
Dinda, senyummu itu abadi dalam kebekuan maha pedih
Takkan terpahami oleh nalurimu tentang rasa menyayat
Tentang tawa renyah patah jelma air bah
Dermagaku runtuh
Setiaku lebur berkeping
Dinda lembut suaramu tika bibir mungilmu teriakiku “jadah!”
Memucak panas bara memanggang ubunubun
Haram takkan kupinta maafku padamu
Walau sekarang redup mata pualammu, berdebu
Menanggung sesal tak berkesudahan
Sumpahku takkan kembali
Sebelum sujudmu jatuh padaku
Cukup! Bukanlah boneka ragaku untukmu
Takkan kutelan ludah yang tumpah
Sudahlah, lekas lindang hapus dari mukaku
Dan ku terus berjalan dalam berserah
Wahai Yang Maha Mendengar
Wahai Yang Maha Pengasih
Wahai Yang Maha Penyayang
Utus malaikat pencatat,
Ini dosa maha dalam,
Telah berpuluh sakit membunuh sakit,
Atas mudarat sumpah berpenyakit,
Telah pula kubunuh anugerah-Mu,
Ialah cinta kasih berkasih, yang katanya adil
Tapi, ternyata hanyalah racun memabukkan
Keindahan semata bunga hitam taman neraka jahanam
Bila ini dosa berbunga
Pisahkan raga dan ruhku
Agar tak berkembang
Utus algojo-Mu
Cabut nyawaku
Agar tak bertambah virus jiwaku
Pelepat, 29 juni 2011
Senin, 15 Agustus 2011
SAJAK BUAT R.A
Bahwa langitmu baru saja cerah
Dari mendung dan kabut merusak mata
Rancak bianglala menghias bibir cakrawala
Sirna, kala gerhana membunuh bulan sabit
Pekat malam mengigil yang basah
Resah memeluk gundah
Sekuntum mawar tidak lagi harum semerbak
Tercabut paksa dari taman hati
Saat berpuluh kumbang terbang merapat
Hinggap ikut menikmati harum yang mengusik
Sungguh klasik ceritera terurai
Bahwa taman ini tidak lebih indah
Layaknya taman di kerajaan langit
Intan berlian menjadi penghias setiap pagar pelindung
Serta mengalun kidung merdu asmara
Anggun kelopak bermekaran
Menghiasi singgasana
Teriakan resah hanyalah gema di palung jiwa
Hingga parau suara tak terdengar
Karena lidah dingin membatu
“Aku sayang kamu!”
Tiga kata menembus langit
Tidak juga sampai
Apalagi terurai menjadi butiran penyejuk
Hanya ada sakit tersisa memeluk angan
Tercekik harapan menyumbat kerongkongan
Senyuman terjerat fatamorgana
Peluk dan kecupan mesra cuma menjadi uap
Mengkristal di udara kenangan
Berbalik memukul, menerjang, menghantam
Ripuk batin tersandar
Hancur lebur segala cipta rasa
Bukanlah emosi terurai
Bukanlah egois bernyanyi merdu
Bukanlah kejuran membuih kebohongan
Kononlah pengadian tak terlukis
Bila sketsa senyuman bermata belati
Pembantaian rasa
Sesal berkalang rindu bertahta kesumat
Duh! Taman keindahan jiwa diterpa badai
Ketulusan terhalang silaunya kesangsian.
Rabu, 10 Agustus 2011
SENANDUNG KURCACI
Desah-desah waktu kian santer bersenandung
Mencumbu gedung-gedung kokoh, berdiri angkuh
Bunting,
Dan melahirkan tikus-tikus lincah
Rakus,
Memamah petak-petak gersang
Ramai,
Memadati koridor metropolis
Kucing-kucing tertidur lelap
Beralaskan permadani pengemis
Roda-roda gila adikuasa
Liar menggilas rumah jamur para kurcaci
Melumat, mencipta padang gersang
Ah, keadilan mendengkur pulas
Tak terusik isak serak
Hingga membuih derita
Di samudera air mata.
Selasa, 09 Agustus 2011
RAMAH TAMAH MENJELANG PANEN
Halalaaaaaaaaaaaaaaahh…!
Lantang sekali teriakanmu di atas podium kebesaran
Tentang manisnya demokrasi
Menjadi rekonstruksi sosiodemokrasi
Pengabdian berjubah kapitalisme
Kau susun scenario drama
Berkerangka keindahan bangsa yang damai
Berkisah indahnya kebun-kebun bunga
Membelah di tengah-tengahnya sungai madu
Di tanah para proletariat
Oi tuan…!
Elok nian permainanmu
Di sebuah adegan singkat
Kala kelengahan membuai jiwa
Kala kelengahan membutakan nurani
Diam dan perlahan-lahan
Tangkai demi tangkai
Kau petik bunga-bunga pengorbananmu
Lalu kau letakkan pada pot-pot penghias istanamu
Panen telah tiba, dan kau tersenyum
Di kursi malas
Dengan santai, seraya menikmati sebatang cerutu
Kau saksikan adegan-adegan air mata kebodohan
Selayaknya siaran radio, kau dengarkan nyanyian derita budakmu
Hingga terkantuk-kantuk kau sambut mimpimu
Kemenangan culas di balik senyum ramah tamah
DI SEBUAH RUANGAN
Di ruangan apak ini
Ada nafas-nafas perkasa
Matanya liar menembus temaram pelita kerdil
Berselancar bibir meracau
Mengeja aksara demi aksara bangku sekolah
Yang ia copy dari papan tulis
Dari sebuah gedung sekolah yang tua
Sesekali ia bermain pula
Pada halaman-halaman surat kabar lusuh
Yang ia pungut di pinggir jalan
Ingin mengintip dunia katanya
Ingin melihat kisah-kisah terkini
Meski para lakon tak berubah
Masih para tauke pembeli kursi mewah
Riang bernyanyi pembebasan
Ada juga pak tani
Masih setia pada perlengkapan pertanian
Warisan termahal para leluhur
Panen raya adalah mimpinya
Yang sesaat menjelma mimpi buruk
Wabah impor menjadi hama
Lesu
Juga ada buruh dan kaum jalanan
Artis yang diidamkan para algojo metropolis
Artis yang diidamkan para algojo metropolis
Minta tanda tangan dalam ruangan pengap
Pencemaran mata harus diobati, katanya
Ah, berat nafasnya dibalik senyum
Besok, akukan jadi apa?
Langganan:
Postingan (Atom)