Kita terlalu egois menutupi retak cermin
Atas nama kenikmatan, alam tergadaikan
Tanah tandus tak kenal hutan dan semak
Sementara laut tak bersahabat dengan pantai
Gunung semakin resah
Ingin memuntahkan magma yang menyesak dada
Bernafsu membasahi sungaisungai dan lembah
yang tak lagi basah
Sementara, orangorang tak sadar
terbuai kenikmatan yang memperkosa raga
Sesungguhnyalah musim menyimpan duka
dan kita telah lupa akan badai
Ketika tunas dan bunga tumbuh terkulai
Ketika angin membawa rantai petaka
kata pun tersekat di kerongkongan…
Bumi tak pernah tidur
Dia kan melonjak mengangkat kepalanya
Berontak, nyalakan cahaya di padang kuburan
Kita cuma bisa ketakutan, resah dipeluk putus asa
Dari bukit, gunung, hingga pantai berair merah
Awan tak berbintang, tak bermatahari
Penjara duka, mengepulkan asap dupa berbaur anyir darah
Kita akan kembali menyimak dongeng orang
orang kuno di tanah ini
Pelepat, 081111
-Badai menyapu negeriku-
Buana Kembara Senja " IWAN "
Selamat datang Di Rumah Puisi Buana Kembara Senja # Bila sahabat-sahabat berminat mencopy dipersilahkan dengan syarat mengikutsertakan nama pengarangnya, salam damai #
Senin, 03 Oktober 2011
BUAT SAUDARAKU
Kita di sini berpadu
Di tanah lapang, di atas kerikil-kerikil berserakan
Bersama berselimut debu
Karena kita satu
Pelepat, 01 Oktober 2011
Di tanah lapang, di atas kerikil-kerikil berserakan
Bersama berselimut debu
Karena kita satu
Pelepat, 01 Oktober 2011
Jumat, 23 September 2011
SELAMI LEBIH DALAM
Kesaksian malam buntu
Segala canda tawa
Bikin malam pecah berderai
Kuserahkan padamu
Sekumtum melati
Berjabat kau dan aku
Tapi tidak di sini, di kalbuku
Mestinya lebih dalam ruang kau masuki
Masih banyak darah bercecer
Luka tak pernah kering
Pedih!
Perih!
Menjadi buah sangsi
Telaga ini begitu dalam
Selami sendiri
Agar kau tahu
Apa yang hilang
Muara Bungo, 15 September 2011
Segala canda tawa
Bikin malam pecah berderai
Kuserahkan padamu
Sekumtum melati
Berjabat kau dan aku
Tapi tidak di sini, di kalbuku
Mestinya lebih dalam ruang kau masuki
Masih banyak darah bercecer
Luka tak pernah kering
Pedih!
Perih!
Menjadi buah sangsi
Telaga ini begitu dalam
Selami sendiri
Agar kau tahu
Apa yang hilang
Muara Bungo, 15 September 2011
Kamis, 22 September 2011
BILA SAATNYA TIBA
Bila serinai sangkakala bersuara
Nada-nada mengalun menulikan telinga
Matahari enggan mengintip
Dari biliknya di timur
Rembulan pulas berselimut api
Gunung dan bukit-bukit berhamburan seperti kapas
Mendarat bebas menerpa segerombolan anai-anai
Mendidih samudera dan sungai-sungai
Mengepul meninggalkan padang tandus
Anai-anai berserakan tak berhingga
Masyar
Kehidupan menjamur di atas gurun
Matahari tertawa di atas ubun-ubun
Bocah-bocah mungil bermata bening
Berlari-lari riang
Memanggul kantung-kantung tirta
Tersenyumlah, berbahagialah ibunda bermahkota mulia
Saatnya telah tiba
Kesaksian dan pengadilan sejati
Akhirat !
Semua bicara jujur dan mahabenar
Hisab !
Rambut terbelah tujuh
Titian menuju jannah
Melintas membelah nar
Hey !
Orang-orang berjatuhan
Terperangkap samudera darah dan nanah merah
Busuk menyengat hidung sesak
Lidah-lidah api menjilat binal
Erang dan jeritan tindih-menindih
Tiada terkira maha pedih derita menyayat-nyayat
Ada pula yang tersenyum
Di taman-taman firdaus
Bunga-bunga bermekaran
Sungai-sungai madu mengalir di tengahnya
Amboy !
Indahnya.
Muara Bungo, 18 September 2011
Nada-nada mengalun menulikan telinga
Matahari enggan mengintip
Dari biliknya di timur
Rembulan pulas berselimut api
Gunung dan bukit-bukit berhamburan seperti kapas
Mendarat bebas menerpa segerombolan anai-anai
Mendidih samudera dan sungai-sungai
Mengepul meninggalkan padang tandus
Anai-anai berserakan tak berhingga
Masyar
Kehidupan menjamur di atas gurun
Matahari tertawa di atas ubun-ubun
Bocah-bocah mungil bermata bening
Berlari-lari riang
Memanggul kantung-kantung tirta
Tersenyumlah, berbahagialah ibunda bermahkota mulia
Saatnya telah tiba
Kesaksian dan pengadilan sejati
Akhirat !
Semua bicara jujur dan mahabenar
Hisab !
Rambut terbelah tujuh
Titian menuju jannah
Melintas membelah nar
Hey !
Orang-orang berjatuhan
Terperangkap samudera darah dan nanah merah
Busuk menyengat hidung sesak
Lidah-lidah api menjilat binal
Erang dan jeritan tindih-menindih
Tiada terkira maha pedih derita menyayat-nyayat
Ada pula yang tersenyum
Di taman-taman firdaus
Bunga-bunga bermekaran
Sungai-sungai madu mengalir di tengahnya
Amboy !
Indahnya.
Muara Bungo, 18 September 2011
Selasa, 30 Agustus 2011
KITA ADALAH OMBAK
Kita adalah ombak
Kejar mengejar menerjang karang
Pecah berderai menjadi buih
Sedang karang angkuh bergeming
24 Agustus 2011
PENYESALAN DALAM DENDAM
merah
merah
merah darah
senandung merah
dendam menjadi noktah
jangan biarkan jiwa resah
kala jiwa terbaring lemah
di atas altar berdarah
pagi dingin terasa gerah
madah kian tak terarah
karena hati resah
kecawaku, emas berzirah
senyum terukir di bibir rembulan
cibir nyinyir nista ditelan
jiwa hitam terus berjjalan
menuju peraduan sang rembulan
dendam mengeram
coba diredam
dan terpasung di ruang temaram
pada akhirnya hati yang karam.
Pedih hati tak terperi
Tertatih jiwa berdiri
Menggali kubur asa yang mati
Dibunuh cinta berduri
O dewi peminta cinta mati
Kau bunuh rasa sejati
Terbujur binasa di palung hati
Membusuk benci menjadi-jadi
O insan pengagum cinta sejati
Jangan tertipu muslihat sumpah mati
Dusta, tidak ada cinta sejati
Cinta tidak sepenuhnya memberi
Wahai insan pemuja cinta sejati
Bodoh bila ikrarkan sumpah mati
Fikir bila maut bernyanyi
Akan kekasih turut mati
Wuahahahahaha!
Bodoh, sumpah mati itu dosa
Dilaknat Yang Kuasa
Batin juga kan tersiksa
Dewi pembawa luka
Lihatlah aku semakin gila
Serapah kian jumawa
Pasung jiwa dalam dosa
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Aku hanya insan hina bernoda
Berapa lama derita mendera
Terlalu pedih batin terluka
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Padamu jua kumeminta
Hamba-Mu berlumur dosa
Mohon ampuni jiwa hamba
Astaghfirullah hal adzim
Ya Rohman Ya Rohim
Jauhkan hamba dari perbuatan dzalim
Juga dari sifat lalim
Ya Allah ya Robbi
Aku lebur dalam tipu duniawi
Aku lalai dalam mengabdi
Terimalah taubat pensuci diri
Ya Allah pada-Mu kumengadu
Mohon petunjuk dan Ridho-Mu
Kuserahkan jiwa dan ragaku
Jauhkan hamba-Mu dari sifat meragu
Ya Allah tuhanku Robbi
Sesungguhnya hamba-Mu telah merugi
Dendam telah memasang hati
Beri kesempatan tuk benahi diri
Ya Allah pencipta jagat raya
Engkau beri siang pada dunia
Pada-Mu kumeminta
Penuhi kalbuku dengan cahaya
24 April 2011
merah
merah darah
senandung merah
dendam menjadi noktah
jangan biarkan jiwa resah
kala jiwa terbaring lemah
di atas altar berdarah
pagi dingin terasa gerah
madah kian tak terarah
karena hati resah
kecawaku, emas berzirah
senyum terukir di bibir rembulan
cibir nyinyir nista ditelan
jiwa hitam terus berjjalan
menuju peraduan sang rembulan
dendam mengeram
coba diredam
dan terpasung di ruang temaram
pada akhirnya hati yang karam.
Pedih hati tak terperi
Tertatih jiwa berdiri
Menggali kubur asa yang mati
Dibunuh cinta berduri
O dewi peminta cinta mati
Kau bunuh rasa sejati
Terbujur binasa di palung hati
Membusuk benci menjadi-jadi
O insan pengagum cinta sejati
Jangan tertipu muslihat sumpah mati
Dusta, tidak ada cinta sejati
Cinta tidak sepenuhnya memberi
Wahai insan pemuja cinta sejati
Bodoh bila ikrarkan sumpah mati
Fikir bila maut bernyanyi
Akan kekasih turut mati
Wuahahahahaha!
Bodoh, sumpah mati itu dosa
Dilaknat Yang Kuasa
Batin juga kan tersiksa
Dewi pembawa luka
Lihatlah aku semakin gila
Serapah kian jumawa
Pasung jiwa dalam dosa
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Aku hanya insan hina bernoda
Berapa lama derita mendera
Terlalu pedih batin terluka
Ya Allah Yang Maha Kuasa
Padamu jua kumeminta
Hamba-Mu berlumur dosa
Mohon ampuni jiwa hamba
Astaghfirullah hal adzim
Ya Rohman Ya Rohim
Jauhkan hamba dari perbuatan dzalim
Juga dari sifat lalim
Ya Allah ya Robbi
Aku lebur dalam tipu duniawi
Aku lalai dalam mengabdi
Terimalah taubat pensuci diri
Ya Allah pada-Mu kumengadu
Mohon petunjuk dan Ridho-Mu
Kuserahkan jiwa dan ragaku
Jauhkan hamba-Mu dari sifat meragu
Ya Allah tuhanku Robbi
Sesungguhnya hamba-Mu telah merugi
Dendam telah memasang hati
Beri kesempatan tuk benahi diri
Ya Allah pencipta jagat raya
Engkau beri siang pada dunia
Pada-Mu kumeminta
Penuhi kalbuku dengan cahaya
24 April 2011
TIRANI YA’JUD DAN MA’JUD
Riuh bernyanyi senandung Ya’jud dan Ma’jud
Tentang perdamaian
Berenda kuasa
Amanah Dajjal
Merompak
Menindas
Menggilas
Beringas
Binal
Memperkosa
Moleknya perawan
Adikuasa bertangan besi
Menjamah liar
Penuh birahi binal
Pada kemulusan mayapada
Sempurna perdamaian
Sempurna keadilan
Di atas penindasan rimba
Tapi, semangat tetap berkobar
Memeluk jasad bertebaran
Di tanah terkutuk
Jazirah perang abadi
Sejak zaman para nabi
Laksana detikdetik waktu
masih berdetak semangat dalam nadi
Menentang ajal dengan berani
Elang dan gagak melintas
Hilir mudik berak di atas lautan darah
Kurakura muntahkan dentuman
Menggema paduan suara kematian
Seorang anak manusia berlari
Menyonsong maut
Membunuh takut
Dengan nyali berapi
Berteriak lantang
Menatap langit
“Tuhan di mana kebenaran?
Di mana pasukan ababil-Mu?
Kirimkkan segera
Libas habis pengikut dajjal
Seperti musnahnya pasukan gajah”
Menatap lautan darah yang mendidih
Dalam geram menerjang
Angkat senjata ke medan perang
Walau peluru bersarang di dada
Walau raga lebur jadi debu
Namun semangat tidak akan mati
Tetap menjadi energi
Di tanah berdarah syahid
25 Mei 2011
Langganan:
Postingan (Atom)